by Raisa Nabila
Siapa yang
dulu pernah baca artikel Ziliun tentang sharing economy? Kalau belum baca dulu deh, karena kalau ngomongin masa depan, gak lengkap
kalo gak ngomongin ini. Apa
sih sharing economy? Gak ada definisi ilmiahnya sih, tapi Ziliun
paling suka penjelasan dari The Financial Times: sharing economy adalah a disruptive
economic form that unleashes new sources of supply atau kalau
terjemahannya, suatu bentuk ekonomi yang disruptif yang melepaskan
sumber-sumber suplai baru. Sumber-sumber
suplai apa? Banyak. Misalnya AirBnb, salah satu startup yang
membentuk sharing economy, jadi disruptif dengan cara
melepaskan sumber-sumber suplai akomodasi non-hotel seperti apartemen, rumah,
dan villa. Yang dulunya suplai akomodasi terbatas hanya dari para pemilik hotel
dan sejenisnya, sekarang masyarakat biasa yang kebetulan punya kamar gak
terpakai di rumah atau apartemennya, bisa menyuplai ruangan ini lewat AirBnB.
Gak cuma
akomodasi, transportasi juga bisa punya sumber suplai yang baru. Dulu, suplai
taksi terbatas ke jumlah taksi yang disediain perusahaan taksi aja. Sekarang,
karena adaya Uber, Lyft, dan lain-lain, siapapun yang punya mobil bisa
kasih tumpangan ke orang lain. Asal gak takut aja semobil sama stranger,
konsep ini sangat mensejahterakan banyak orang!
Kalau di
Indonesia, gimana? Ada juga startup asli Indonesia yang pake
konsep sharing economy, yaitu GO-Jek. Yang
tinggal di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali pasti pernah atau sering lihat
para ojek dengan jaket dan helm hijau cerah yang khas. Gak cuma tukang ojek
yang bisa ngojek, tapi juga siapapun yang punya sepeda motor dan butuh
penghasilan tambahan, bisa nyambi jadi Ojek memanfaatkan aplikasi GO-Jek.
Banyak
banget kontroversi seputar para startup yang tergabung
dalam sharing economy. Terakhir di Perancis, supir-supir taksi
konvensional pada ngebakar Uber, karena penghasilan mereka terancam akibat
adanya Uber. Hotel-hotel juga bilang pendapatan mereka menurun gara-gara ada
AirBnB. Terus, udah denger kan berita tentang abang GO-Jek yang di-bully sama
tukang ojek pangkalan?
Innovation
comes with a price. Emang gak
mungkin menerapkan suatu inovasi baru dan berharap jalannya mulus-mulus aja.
Sesuatu yang bener-bener baru otomatis belum punya regulasi yang mengatur,
jadinya pemerintah juga kelabakan. Belum lagi kompetitor yang udah puluhan
tahun berjaya mendominasi pasar, terus di-disrupt sama sharing
economy, lalu kemudian mulai anarki, kayak kejadian di Perancis itu.
Padahal, sharing
economy punya efek yang bagus buat perekonomian. Sesimpel kalau dulu
hanya perusahaan taksi besar yang bisa meraup keuntungan, sekarang masyarakat
biasa juga bisa. Sesuatu yang disruptif kayak gini menghasilkan lebih banyak
wirausaha kecil independen, dan bikin mereka jadi berdaya.
Di kuliah
Business Law gue dulu sih, ada suatu konsep (yang gue lupa namanya) bahwa hukum
harusnya mengikuti ekonomi. Jadi semuanya tetep harus ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat. Kalau memang sharing economy membuat
sejahtera dan meminimalisir dominasi kapitalisme, kenapa gak? Mari kita doa
sama-sama.
Siapa yang dulu pernah baca artikel Ziliun tentang sharing economy? Kalau belum baca dulu deh, karena kalau ngomongin masa depan, gak lengkap kalo gak ngomongin ini. Apa sih sharing economy? Gak ada definisi ilmiahnya sih, tapi Ziliun paling suka penjelasan dari The Financial Times: sharing economy adalah a disruptive economic form that unleashes new sources of supply atau kalau terjemahannya, suatu bentuk ekonomi yang disruptif yang melepaskan sumber-sumber suplai baru. Sumber-sumber suplai apa? Banyak. Misalnya AirBnb, salah satu startup yang membentuk sharing economy, jadi disruptif dengan cara melepaskan sumber-sumber suplai akomodasi non-hotel seperti apartemen, rumah, dan villa. Yang dulunya suplai akomodasi terbatas hanya dari para pemilik hotel dan sejenisnya, sekarang masyarakat biasa yang kebetulan punya kamar gak terpakai di rumah atau apartemennya, bisa menyuplai ruangan ini lewat AirBnB.
BalasHapusGak cuma akomodasi, transportasi juga bisa punya sumber suplai yang baru. Dulu, suplai taksi terbatas ke jumlah taksi yang disediain perusahaan taksi aja. Sekarang, karena adaya Uber, Lyft, dan lain-lain, siapapun yang punya mobil bisa kasih tumpangan ke orang lain. Asal gak takut aja semobil sama stranger, konsep ini sangat mensejahterakan banyak orang!
Kalau di Indonesia, gimana? Ada juga startup asli Indonesia yang pake konsep sharing economy, yaitu GO-Jek. Yang tinggal di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali pasti pernah atau sering lihat para ojek dengan jaket dan helm hijau cerah yang khas. Gak cuma tukang ojek yang bisa ngojek, tapi juga siapapun yang punya sepeda motor dan butuh penghasilan tambahan, bisa nyambi jadi Ojek memanfaatkan aplikasi GO-Jek.
Banyak banget kontroversi seputar para startup yang tergabung dalam sharing economy. Terakhir di Perancis, supir-supir taksi konvensional pada ngebakar Uber, karena penghasilan mereka terancam akibat adanya Uber. Hotel-hotel juga bilang pendapatan mereka menurun gara-gara ada AirBnB. Terus, udah denger kan berita tentang abang GO-Jek yang di-bully sama tukang ojek pangkalan?
Innovation comes with a price. Emang gak mungkin menerapkan suatu inovasi baru dan berharap jalannya mulus-mulus aja. Sesuatu yang bener-bener baru otomatis belum punya regulasi yang mengatur, jadinya pemerintah juga kelabakan. Belum lagi kompetitor yang udah puluhan tahun berjaya mendominasi pasar, terus di-disrupt sama sharing economy, lalu kemudian mulai anarki, kayak kejadian di Perancis itu.
Padahal, sharing economy punya efek yang bagus buat perekonomian. Sesimpel kalau dulu hanya perusahaan taksi besar yang bisa meraup keuntungan, sekarang masyarakat biasa juga bisa. Sesuatu yang disruptif kayak gini menghasilkan lebih banyak wirausaha kecil independen, dan bikin mereka jadi berdaya.
Di kuliah Business Law gue dulu sih, ada suatu konsep (yang gue lupa namanya) bahwa hukum harusnya mengikuti ekonomi. Jadi semuanya tetep harus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Kalau memang sharing economy membuat sejahtera dan meminimalisir dominasi kapitalisme, kenapa gak? Mari kita doa sama-sama.